PURBALINGGA, KANAL BANYUMASAN – Jatuhnya harga gabah basah di tingkatan petani yang hanya kisaran Rp 350.000-430.000 di kalangan petani yang sedang panen raya ditambah isu impor beras oleh Menteri Perdagangan, membuat banyak petani menjerit.
Dari Februari 2021 saja, sudah 300.000 HET gabah padi basah. Tapi itu di daerah yang sedang panen raya. Alasannya, padinya jelek akibat kebanjiran.
“Di daerah saya ada yang belum panen, ada sebagian yang sudah panen. HET gabah kering basah di tingkat petani yang ideal itu bisa Rp 430.000, ” kata Warsono dan Aji Setiawan, petani asal Purbalingga.
Sementara gabah kering, lanjut Warsono, padi siap giling yang ideal Rp 500-530 ribu/kwintal. Memang tidak rasional, bertanam padi itu rugi. Harga bibit, obat, pupuk, biaya produksi mahal, harga produksi rendah.
Sudah break event point’ saja itu sudah rugi. Apabila harga gabah normal menurut petani, masih dalam batas kewajaran. Apabila masih rendah, petani tentu menjerit, dan sangat merugikan para petani.
“Jadi soal HET padi, beras itu akad jual beli petani dan pembeli. Ya memang Saya kira, tengkulak, pedagang beras, importir beras, pemerintah, Bulog, bakul pupuk, pabrik pupuk masih punya nurani,” kata Aji.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sangat lantang untuk menyuarakan aspirasi kalangan petani saat ini.
“Harusnya ada harga rata-rata atau HET yang bisa menjamin petani-petani di masing-masing daerah,” kata Hj Nurul Hidayah SH,MSi.
Pada saat reses Hj Nurul Hidayah SH, MSI (FPPP DPRD I Jawa Tengah) di Kabupaten Kebumen dan di Kecamatan Karanganyar (Kab Purbalingga), baru-baru ini, petani menolak adanya beras impor.
Dampak dari akan adanya kebijakan impor dan anjloknya harga gabah harusnya disikapi dengan banyak langkah.
Menyelamatkan harga gabah direspon cepat oleh FPPP yang berjuang di berbagai daerah, seperti di DPRD Blora, sudah menetapkan Rp 530.000,- gabah kering siap giling.
Agus Hamim,S.Ag (FPPP Kab Kebumen), H. Inam Bi Rahmatullah (Anggota DPRD II Purbalingga) dan Ngainiricard (FPPP DPRD I Jawa Tengah) sangat vokal menyampaikan aspirasi jeritan petani dimana mengimpor beras itu tidak perlu, karena stok beras di gudang Bulog masih mencukupi.
Hal ini juga oleh PBNU menolak beras impor. “Stop impor beras. Karena itu akan menyengsarakan petani. Bila pemerintah butuh beras, petani Karawang siap 1 juta ton seperti yang dibutuhkan pemerintah,” kata KH Said Agil Siradj. (**)