PURBALINGGA, KANAL BANYUMASAN – Masa tanam padi di Purbalingga hampir berakhir. Berbarengan dengan masa tanam dan penyiangan pertama, pupuk bersubsidi dari pemerintah sudah diambil dari distributor/kelompok tani dengan kartu tani.
“Tantangan petani padi ke depan, tidak jauh berbeda dengan panen kemarin. Tapi yang kemarin masih dirasakan petani di daerah kami, dimana harga padi giling sekarang masih jeblok hanya Rp 430.000,-.
Ini sangat menyengsarakan petani,. Kalau pemerintah ingin petani makmur, harga padi (HET) paling tidak Rp 540.000,-.
Dan juga pupuk subsidi, harus ada pada sebulan lagi” kata Syukron Makmun didampingi Warsono, petani kelompok Ababil di Cipawon Purbalingga.
“Kasus yang lalu, adalah pada masa tanam (ndaut kedua). Pupuk tidak ada.Sehingga panen, tanpa pemupukan. Hasil panen, produktovitasnya 40-60% dari normal.
Ini tidak boleh terulang kembali. Selain pupuk langka, hama juga ada dan ke depan juga masa rendeng(kemarau) di mana air harus bergilir.Alhamdulillah, sekarang masih ada hujan, jadi tinggal menampung saja airnya di sawah,” kata Aji S.
Untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil pertanian sedang dicoba pupuk organik dari air seni kelinci.
“Kebetulan, di sekitar Pesantren daerah kami ada peternakan kelinci.Kabarnya selain bagus untuk pertumbuhan daun dan tahan hama, juga sekaligus meningkatkan produktivitas pembuahan.
Inilah yang dinamakan limbah peternakan, awal dari pertanian,” kata Aji Setiawan.